Akan
tampak sejak lahir dengan tulang yang bengkok-bengkok. Penyakit ini bisa ringan
bisa fatal, tergantung luas kerusakannya.
Penyakit keropos tulang yang lebih dikenal dengan istilah osteoporosis,
rasanya tak asing bagi telinga kita. Hanya saja, kita lebih mengenal penyakit
ini diderita para orang tua atau dewasa. Padahal, penyakit ini pun bisa menimpa pula para remaja dan anak, baik
laki-laki maupun perempuan. Bahkan, berdasarkan pengalamannya, rata-rata
pasien yang berobat usianya masih bayi atau di atas 3 bulan.
Pada anak, penyakit ini disebut dengan istilah osteogenesis imperfekta (OI)
atau pembentukan tulangnya tak sempurna. Penyakit ini berisiko untuk mudah
terjadi patah tulang. Kadang patahnya tak memerlukan benturan atau trauma
hebat, cukup yang ringan pun bisa patah. "Jadi, kalau dibilang tulangnya
lembut, tapi tanpa menimbulkan risiko patah, maka itu belum sampai pada istilah
medis osteoporosis.”
Nah, karena ada patah tulang itulah, maka yang sering terjadi, kebanyakan
pasien berobat ke bedah tulang. Hingga kemudian penanganannya bersifat
konservatif, artinya menunggu tulang itu menyambung sendiri.
Selain bersikap konservatif, pada anak juga dilakukan dengan rehabilitasi
dan fisioterapi untuk melatih keterampilan geraknya supaya tetap berkembang.
Lalu kalau usia anaknya sudah besar dilakukan rodding , semacam besi
penyangga untuk menopang tulangnya supaya tak mudah patah.
Walau begitu, harusnya anak juga dibawa ke bagian endokrinologi anak.
"Kalau hanya ke bedah tulang, perbaikan yang dilakukannya secara fisik.
Sedangkan penyakit ini, ada kaitannya dengan hormon atau bagian endokrin, di
mana yang diperbaiki lebih pada proses untuk mengurangi keretakan tulang yang
terjadi’.
GEJALA TAMPAK SEJAK LAHIR
Sebetulnya, OI dapat diketahui sejak di kandungan. "Dari pemeriksaan
USG akan tampak tulang si janin yang bengkok dan patah-patah." Hanya saja,
kita tak bisa melakukan apa-apa. "Untuk dicegah dengan menggugurkannya pun
tak mungkin karena usia kehamilan sudah lanjut, hingga risikonya cukup
besar."
Sementara dibantu dari segi makanan, juga tak bisa, karena penyebab penyakit
ini adalah masalah genetik, yaitu kemungkinan ada mutasi gen baru pada anak.
"Gen tersebut diturunkan dari kedua orang tuanya. Jadi, bukan karena
masalah kekurangan kalsium seperti yang diduga banyak orang." Dengan
demikian, tak ada tindak pencegahannya untuk janin dengan penyakit ini.
Setelah lahir, gejalanya tampak lebih jelas lagi. Bentuk tubuh si bayi tak
mulus lurus, tapi bengkok-bengkok, anggota gerak cenderung melengkung. Si bayi
pun tampak diam, tak banyak bergerak. Namun ia akan rewel dan sering menangis.
"Mungkin karena patah tulang dan rasanya nyeri serta sakit."
Selain itu, kepalanya tampak agak besar sementara tubuhnya kecil karena
tulangnya bengkok-bengkok dan rata-rata asupan gizinya kurang. Sebagian besar
pertumbuhan tinggi badannya pun tak cepat alias anak jadi pendek.
Untuk memastikan penyakitnya, perlu dilakukan pemeriksaan, baik laboratorium
maupun rontgen. "Terutama pemeriksaan rontgen, yang bertujuan untuk
melihat seberapa jauh kerusakan atau kekeroposan yang terjadi."
Pemeriksaan rontgen dicoba 3 atau 6 bulan sekali untuk melihat efek patahnya.
"Sebab, kadang ada patah yang mereka tak rasakan karena sudah terbiasa,
ada juga patah baru."
RINGAN SAMPAI BERAT
Derajat ringan-berat penyakit ini diklasifikasikan menurut tipe, yaitu dari
tipe 1-4. Bahkan sekarang ada tipe 6. Dari tipe-tipenya ini dapat diketahui,
apakah penyakit ini bisa ditolong atau tidak. "Orang tua biasanya tak
begitu bisa membedakan tipe-tipe ini karena semua gejalanya sama, yaitu ada
patah tulang." Karena itu harus didiagnosis oleh orang yang benar-benar
ahli dalam menangani kasus ini, yaitu dokter bedah tulang atau dokter radiologi
(rontgen).
Tipe satu, penyakitnya agak ringan. "Mungkin tulangnya hanya
bengkok-bengkok saja, tapi kerusakannya tidak luas." Tipe dua, tipe inilah
yang paling mematikan alias harapan hidupnya setelah lahir tak lama. Mengapa
demikian? Sebab, bengkok-bengkok tulangnya atau kerusakannya terlalu luas, bisa
seluruh badan, sehingga gangguan yang terjadi pun sangat hebat. Misal, karena
pembentukan tulangnya tak beres, hingga mungkin saja tulang dadanya tak
berkembang bagus. Akibatnya, sulit bagi anak untuk bernapas. Sementara Tipe 3
dan 4, bengkok tulangnya memang agak hebat, tapi tak begitu luas, hingga si
anak bisa hidup alias bisa ditolong.
PENGOBATAN DENGAN SUNTIKAN
Adapun pengobatan dilakukan dengan pemberian obat-obatan anti osteoporosis
secara suntikan. Cara pemberiannya melalui infus yang makan waktu sekitar 6
jam. Pengobatan ini dilakukan 3
bulan sekali atau setiap 2 bulan, tergantung kondisi anak. Obat ini dipakai
pula di beberapa negara, seperti Inggris, Australia, Kanada, dan negara lainnya .
Efek samping obat ini biasanya
terjadi pada suntikan pertama, yaitu berupa badan jadi panas. Untuk
mengatasinya, bisa diberikan obat penurun panas. Sementara pemberian obat
dengan cara diminum yang juga ada, sering menimbulkan efek samping berupa sakit
perut dan mulas, hingga jarang digunakan.
Yang jelas, pengobatan ini cukup memberikan hasil yang bagus. Angka kejadian
patah tulang bisa ditekan. Selain itu, karena rasa sakit dan nyeri bisa
diobati, anak pun jadi tak rewel lagi. Perkembangan lainnya pun, terutama
motorik kasarnya makin berkembang. Misal, anak yang tadinya tak mau duduk atau
berdiri, kini mau duduk dan berdiri. "Anak makin aktif dan tak takut untuk
bergerak lagi karena rasa nyeri dan sakit di tubuhnya hilang." Sementara
sebelum menjalani pengobatan, sering anak jadi takut bergerak karena rasa nyeri
dan sakit yang dideritanya.
"Tentunya untuk sampai pada perkembangan ini harus pula dibantu dengan
pelatihan fisioterapi." Sementara dari segi makanan, misal, dengan menambah
kalsium tidak banyak membantu.
EFEK PENGOBATAN
Ibarat bangunan, pengobatan yang dilakukan sebenarnya seperti semen, yaitu
untuk menguatkan kerangka bangunan. Jadi, dengan pengobatan ini, kerangka
tulang dikuatkan agar anak bisa bergerak dan menopang tubuhnya dengan lebih
kuat, tanpa mudah patah. Juga, agar bengkok tulangnya jadi jauh berkurang.
Selain itu, tinggi tubuhnya pun bisa mendekati normal.
"Pengobatan ini di luar
negeri juga dilakukan pada usia remaja. Hasilnya cukup bagus. Bahkan,
pengobatannya ada yang berlangsung sampai 3-4 tahun untuk mengharapkan efek
yang cukup panjang." Untuk pengobatan 1-2 tahun saja, kemungkinan efeknya
bisa 5-6 tahun ke depan atau mungkin saja bisa sampai 10 tahun. Namun demikian,
"itu baru percobaan-percobaan kecil yang belum bisa dipastikan, apakah
hasilnya baik atau tidak untuk mempertahankan keutuhan tulang secara jangka
panjang."
Jadi, lama pengobatan sampai kini
belum tercapai kesepakatan di antara para ahli. "Karena pengobatannya
relatif baru dan masih menunggu efeknya." Itu sebab, untuk dilihat
efeknya, rencana di Indonesia pengobatan dicoba selama 2 tahun dulu. "Setidaknya,
dengan waktu pengobatan itu diperkirakan selama 5-6 tahun ke depan, tulang
dapat menopang dan tak terjadi fraktur atau patah."
Penyakit ini ada yang menetap
sampai dewasa. "Jadi, bengkok tulangnya akan diderita seumur hidup. Ada
juga yang membaik gejalanya alias tak sampai menjelang tua mengalami
pembengkokannya."
Biasanya anak yang menderita
penyakit ini akan diminta untuk kontrol tetap minimal setahun sekali. Dengan
cara ini, bila ada informasi mengenai pengobatan terbaru, pasien dapat segera
mengetahuinya.
Yang jelas, seperti halnya anak
normal, anak harus dijaga baik agar tak terjatuh ataupun terbentur. Hanya saja
pada anak dengan penyakit ini, penjagaannya harus ekstra keras. Pasalnya,
meski terbentur ringan saja, tulangnya bisa patah.
Dedeh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar